GMNI JAYA!!! MARHAEN MENANG!!!

Friday, February 22, 2019

Mencari Peminpin Terbaik


1. Suka Mendengar
CEO dari Setcore Petroleum Services, Nassar menyebutkan bahwa salah satu karakter pemimpian ialah ketertarikannya untuk mendengarkan orang lain.
"Untuk mendengarkan orang lain dan melihat perspektif lain adalah hal yang krusial, ini akan membuat orang lain merasa didengar dan mungkin saja Anda mendapatkan ide-ide baru yang segar," tuturnya.
2. Terbuka
Menjadi transparan atau terbuka pada orang lain atau karyawan Anda di kantor merupakan ciri lain bahwa Anda seorang pemimpin yang baik. Hal ini seperti yang dikemukan Nassar mengenai karakteristik pemimpin tersebut.
"Kita banyak menghabiskan waktu dalam menjelaskan banyak hal di kantor, namun jarang langsung mengatakan apa yang kita bisa lakukan dan tidak bisa untuk dilakukan. Jujur dan terbukalah," ujarnya.
3. Mengajak Bukan Memerintah
Ciri lain bahwa Anda adalah pemimpin yang bijak ialah kemampuan Anda dalam persuasi orang lain bukan memerintah hal tertentu untuk segera dilakukan.
"Segalanya mesti diselesaikan dengan persuasi, mendengar, mengerti pandangan orang lain. Kau bisa mengaplikasikan hal ini dalam keluarga Anda, bisnis Anda, dimana saja," ujarnya.
1 of 2
4. Berdiskusi
Ilustrasi bos di kantor (istimewa)
Seorang pemimpin juga pasti memiliki hak untuk didengar oleh karyawannya, dan berdialog merupakan cara yang tepat untuk mengetahui jalan tengah atau keputusan apa yang bisa diambil bagi kebaikan orang banyak atau perusahaan.
"Kami sudah melihat banyak situasi yang dalam banyak kesempatan tidak melibatkan dialog dan tentu saja hal tersebut menyebabkan situasi segera hancur memburuk," ungkapnya.
5. Berikan Teladan
Dan yang paling terpenting dari segalanya ialah menjadi teladan bagi orang lain. Tunjukan sesuatu dengan contoh bukan dengan ucapan semata. "Memimpin dengan tindakan dan bukan hanya dengan ucapan adalah hal lain, ini sangat berperan besar," tandas dia

Thursday, June 30, 2016

Bung Karno Dan Pengertian Marhaen



Anda sering dengar kata “Marhaen”?  Ya, kata “Marhaen” memang tak asing lagi di telinga orang-orang Indonesia. Kita sering menemukan kata Marhaen dalam buku-buku sejarah dan politik di Indonesia. Selain itu, ada sejumlah gerakan politik, baik partai maupun organisasi massa, yang gandrung menggunakan kata “marhaen”. Kata marhaen sudah dipergunakan secara luas. Media massa mainstream sering menggunakan kata “marhaen” merujuk pada petani. Ada juga yang mempersamakan marhaen dengan “wong cilik”. Sedangkan beberapa pihak lain menyebut kata Marhaen sinonim dengan kata “Proletar”. Yang terjadi, seakan-akan istilah marhaen ini tidak punya defenisi ketat. Akhirnya, penggunaannya pun bisa sangat bebas. Saya kira, marhaen adalah sebuah istilah yang punya kategori-kategori tertentu. Dengan begitu, ia tidak bisa dipergunakan secara bebas. Asal usul kata Marhaen Kata Marhaen merujuk pada Bung Karno. Penuturan sejarah menyebutkan, Bung Karno-lah yang menemukan perkataan ini pertama kali. Dia pula yang paling berkontribusi mengangkat istilah ini masuk dalam gelanggang politik. Baiklah, kita lihat akar historisnya. Dalam buku otobiografinya yang ditulis Cindy Adams, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Bung Karno mengatakan, ia menemukan istilah marhaen pada usia 20 tahun. Artinya, itu terjadi kira-kira tahun 1921. Alkisah, Soekarno sudah lama merenungi, atau lebih tepatnya berusaha memahami, tentang klas-klas dalam masyarakat Indonesia. Saat itu, Ia sedang bergumul dengan persoalan-persoalan teoritik. Akhirnya, pada suatu pagi, Bung Karno memilih mendayung sepeda tanpa tujuan. Mungkin sekedar “jalan-jalan”. Saat itu, Bung Karno tinggal di kota Bandung. Nah, ia sedang jalan-jalan ke bagian selatan kota nan cantik itu. Nah, sesuai penuturan Bung Karno, Bandung selatan itu dikenal sebagai kawasan pertanian. Tiap-tiap petani mengerjakan sawahnya sendiri. Luasnya tidak melebihi dari sepertiga hektar. Ini menarik perhatian Bung Karno. Ia mendatangi salah seorang dari petani itu. Terjadilah dialog dengan menggunakan bahasa Sunda. Pendek kata, dari dialog itu Soekarno menyimpulkan: petani itu mengerjakan sawah sendiri (warisan orang tua), menggunakan perkakas kerja sendiri, hasilnya hanya untuk menghidupi diri sendiri atau keluarga sendiri (tidak ada kelebihan untuk dijual), tidak mempekerjakan tenaga orang lain, dan punya rumah berbentuk gubuk yang dipunyai sendiri. Nama petani itu adalah Marhaen. Sama seperti nama Jones atau Smith di Eropa, kata Bung Karno. Di situlah Bung Karno menemukan ilham (petunjuk): menggunakan nama Marhaen untuk menamai semua orang Indonesia yang senasib dengan petani bernama Marhaen itu. Perlu diingat, Soekarno saat itu sudah aktif di pergerakan. Di Bandung, ia menjadi bagian dari kelompok diskusi “Algemene Studie Club”. Sejak itu, Soekarno mulai menggunakan istilah Marhaen dalam diskursus klas atau susunan sosial masyarakat Indonesia. Tetapi istilah itu tidak sempit merujuk ke petani saja. Masih di buku yang sama, Bung Karno juga menyebut “tukang gerobak” sebagai marhaen. Sebab, si tukang gerobak punya alat produksi, tetapi tidak menyewa pembantu (tenaga kerja) dan tidak punya majikan. Inilah dasar dari penemuan ajaran Bung Karno: Marhaenisme. Ia mengatakan, marhaenisme merupakan lambang dari penemuan kembali kepribadian nasional bangsa Indonesia. Atau, istilah lainnya, teori yang disusun sesuai konteks historis dan kekhususan masyarakat Indonesia. Defenisi Marhaen Istilah Marhaen tidaklah jatuh dari langit sebagai sebuah ilham. Ia merupakan hasil pergumulan teoritis dan observasi. Dan, saya kira, teori ini terus mengalami pengembangan dan penyimpulan-penyimpulan. Sekarang, kita ke pertanyaan: apa itu “Marhaen”? Di atas kita sudah menemukan kategori-kategori marhaen: pertama, ia merupakan pemilik produksi kecil. Kedua, ia tidak menyewa atau mempekerjajakan orang lain. Alat produksi itu dikerjakan dengan tenaga sendiri (plus keluarga). Ketiga, ia tidak punya majikan. Keempat, hasil produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan keluarganya. Kadang hasil produksinya pas-pasan. Singkat kata, Bung Karno mendefenisikan Marhaen sebagai berikut: seorang marhaen adalah seorang yang mempunyai alat produksi kecil; seorang kecil dengan alat produksi kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Dalam terminologi marxis, ini mungkin sepadan dengan istilah “borjuis kecil”. Namun, Soekarno memberi penekanan pada istilah marhaen ini dengan perkataan “kaum melarat Indonesia”. Artinya, meskipun ia pemilik produksi kecil—mungkin mirip dengan borjuis kecil—tetapi ia hidup sangat melarat. Dengan demikian, istilah marhaen mencakup petani kecil, pedagang kecil, pemilik usaha kecil, dan lain-lain. Dalam perkembangannya, Soekarno mulai memasukkan proletar sebagai bagian dari Marhaen Indonesia. Pada tahun 1960-an, Soekarno menyebut kaum Marhaen itu terdiri dari tiga unsur: unsur kaum miskin proletar Indonesia (buruh), unsur kaum tani melarat Indonesia, dan unsur kaum melarat Indonesia lainnya. Saya kira, pengembangan ini tak lebih dari sebuah kebutuhan politik saat itu, yakni menyatukan seluruh kaum tertindas Indonesia ke dalam sebuah persatuan revolusioner atau sering disebut “sammenbundeling van alle revolutionaire krachten”. Dasar  Teoritis Menurut bung Karno, istilah proletar—yang populer di Eropa—tidak tepat untuk menjelaskan kategori-kategori yang disebut marhaen itu. sebab, bagi Soekarno, istilah proletar sudah jelas: orang yang tidak punya hasil produksi dan, karena itu, menjual tenaga kerjanya pada orang lain/majikan. Dan ia menerima upah dari menjual tenaga kerjanya itu. Berbeda kan? Nah, di era Bung Karno itu, proletar memang sudah ada. Soekarno juga mengakui hal itu. Hanya saja, bagi Soekarno, bagian terbesar dari kaum tertindas Indonesia bukan proletar, melainkan yang masuk kategori Marhaen itu. Kenapa bisa demikian? Ini tidak terlepas dari perkembangan kapitalisme di Indonesia. Kata Soekarno, kapitalisme di Indonesia itu, yang dibawa oleh kolonialisme Belanda, punya kekhususan. Apa kekhususannya? Ketika Belanda hendak menancapkan kuku-kuku kolonialismenya di Indonesia, negeri kincir angin itu masihlah terbelakang. Tan Malaka menyebutnya “negeri tani dan tukang warung kopi yang kecil-kecil.” Jadi, belanda sendiri belum merupakan negara industrialis saat itu. Sangat berbeda dengan Inggris, misalnya, yang sudah berkembang pesat sejak mengalami revolusi industri. Kolonialisme ala Belanda ini membawa dampak. Belanda datang ke Indonesia berlagak bak saudagar. Apa yang terjadi? untuk memaksakan monopolinya di Indonesia, VOC melakukan pemaksaan dan perampasan. Mirip dengan akumulasi primitif dalam masyarakat pra–kapitalis. Merampas barang  dagangan—khususnya rempah-rempah–dan kemudian di jual di pasar internasional. Di jaman cultural stelsel tetap saja begitu. Hanya saja, di sini kapitalis Belanda sudah mulai menanamkan modalnya di Indonesia. Itulah mengapa Bung Karno menyebut imperialisme Belanda itu sebagai “finance-capital”. Namun, sebagian besar kapital itu jatuhnya di sektor pertanian/perkebunan. Sebagian besar kapital Belanda itu—hampir 75%, kata Soekarno—hanya menghasilkan onderneming-onderneming: onderneming teh, onderneming tembakau, onderneming karet, onderneming kina, dan lain sebagainya. Di Hindia-Belanda (Indonesia), kata Soekarno, yang dominan adalah kapitalisme pertanian. Perkembangan kapitalisme yang demikian, kata Bung Karno, tidak menghasilkan proletar murni. Yang terjadi, kapitalisme pertanian ini menghasilkan susunan sosial masyarakat paling banyak merupakan kaum tani yang melarat. Sudah begitu, kolonialisme Belanda tidak menghasilkan konsentrasi dan pemusatan industri modern di kota-kota. Akibatnya, kota di Indonesia tidak tumbuh sebagaimana layaknya kota-kota di Eropa. Hingga awal abad ke-20, mayoritas rakyat Indonesia, yakni 70-80%, masih tinggal di daerah pedesaan. Ini berbeda dengan di eropa. Eropa benar-benar terindustrialisasi. Terjadi konsentrasi dan pemusatan produksi di kota-kota. Ini menghasilkan kaum proletar 100%  (murni). Bahkan, klas proletar tumbuh menjadi bagian terbesar di dalam masyarakat. Sudah begitu, kata Bung Karno, hasil produksi onderneming itu dijual di eropa. Akibatnya: ini uang bekerja di Indonesia, menggaruk kekayaan alam Indonesia, dibawa ke negeri Belanda untuk dijual di eropa, mendapat untung di eropa, untung itu dibawa lagi ke Indonesia, ditanam lagi Indonesia, menggaruk kekayaan alam Indonesia..dan seterusnya. Karena kapital Belanda itu orientasinya ekspor alias bergantung pada pasar eropa, maka politik kolonial Belanda di Indonesia tak berkepentingan untuk meningkatkan daya beli rakyat Indonesia. Karena itu, tidak pula berkepentingan meningkatkan pengetahuan rakyat Indonesia. Ini berbeda sekali dengan kolonialisme Inggris di India, misalnya. Kapitalisme inggris, kata Bung Karno, lebih banyak ke perdagangan dan pengambilan bahan baku. Imperialisme dagang ini memerlukan pasar. Maka, imperialisme Inggris di India berkepentingan untuk tidak membunuh daya beli rakyat India. Imperialisme Inggris juga membiarkan berdirinya sekolah-sekolah dan Universitas. Lahirlah nama besar:  Tilak, Mahatma Gandhi, Das, Tagore, Dr. C. Bose dan Dr. Naye. Kepeloporan Klas Proletar Bagi saya, pengidentifikasian marhaen dalam susunan masyarakat Indonesia tak lebih dari upaya Bung Karno untuk menarik mayoritas rakyat Indonesia untuk terjun dalam perjuangan anti-kolonial dan menuju sosialisme. Proyek ini, bagi saya, sama saja ketika Mao  Tse Tung di Tiongkok melihat arti penting atau signifikansi kaum tani. Atau, sekarang ini, kaum kiri Amerika Latin melihat signifikansi dari apa yang disebut “masyarakat asli/pribumi” (indigenous peoples). Di sini, Bung Karno menjawab problem kekhususan masyarakat Indonesia. Ia menggunakan analisa klas—tentu saja dari analisa Marxisme—dengan menerapkannya dalam konteks Indonesia. jadi, Soekarno tidak dogmatis. Meski begitu, dalam proyek sosialismenya, Soekarno tetap mempercayakan klas proletar sebagai klas pelopor. Ini sangat gamblang pada penjelasannya sebagai berikut: kaum Proletar sebagai klas adalah hasil langsung daripada kapitalisme dan imperialisme. Mereka adalah kenal akan pabrik, kenal akan mesin, kenal akan listrik, kenal akan cara produksi kapitalisme, kenal akan kemodernannya abad keduapuluh. Mereka ada pula lebih langsung menggenggam mati hidupnya kapitalisme di dalam mereka punya tangan, lebih direct (langsung, ed.) mempunyai gevechtswaarde anti kapitalisme. Oleh karena itu, adalah rasionil jika mereka yang di dalam perjuangan anti kapitalisme dan imperialisme itu berjalan di muka, jika mereka yang menjadi pandu, jika mereka yang menjadi “voorlooper”, -jika mereka yang menjadi “pelopor”. Bung Karno sendiri mengakui keterbelakangan kaum tani. Kita juga bisa melihat penjelasan Bung Karno soal kaum tani sebagai berikut: mereka punya pergaulan hidup adalah pergaulan hidup “kuno”. Mereka punya cara produksi adalah cara produksi dari jaman Medang Kamulan dan Majapahit, mereka punya beluku adalah belukunya Kawulo seribu lima ratus tahun yang lalu, mereka punya garu adalah sama tuanya dengan nama garu sendiri, mereka punya cara menanam padi, cara hidup, pertukar-tukaran hasil, pembahagian tanah, pendek seluruh kehidupan sosial ekonominya adalah masih berwarna kuno, -mereka punya ideologi pasti berwarna kuno pula! Tetapi, sekalipun begitu, Soekarno tidak mengabaikan peranan petani. Ia justru melihat signifikansi kaum tani melarat ini, bersama dengan pemilik produksi kecil melarat lainnya, sebagai kekuatan besar dalam revolusi. Sekalipun pimpinan revolusi diletakkan di pundak kaum proletar. Karena itu, Bung Karno menyadari, perjuangan kaum marhaen di Indonesia tidak akan berjalan sukses kalau tidak menghimpun kaum buruh. Soekarno mengatakan, “pergerakan kaum Marhaen tidak akan menang, jika tidak sebagai bagian daripada pergerakan Marhaen itu diadakan barisan “buruh dan sekerja” yang kokoh dan berani.” Bagaimana dengan sekarang? Perkembangan kapitalisme di Indonesia, seperti juga di negara-negara dunia ketiga lainnya, tidak mengarah pada “negara industri modern”. Yang terjadi, neoliberalisme justru menciptakan fenomena “deindustrialisasi”. Di akhir kekuasaan orde baru, struktur industri kita menghasilkan kenyataan berikut: pabrik-pabrik yang mempekerjakan 500 orang atau lebih hanya menyerap sepertiga dari total tenaga kerja. Sedangkan dua pertiganya bekerja di industri-industri skala menengah (20-99 pekerja), skala kecil (5-19 pekerja), dan rumah tangga (1-4 pekerja). Juga, kalau kita melihat data BPS, jumlah keseluruhan unit usaha di Indonesia mencapai 51,262 juta. Dari total unit usaha tersebut, terdapat 50,697 atau 98,9% adalah usaha mikro, 520.221 usaha kecil (1,01%), 39.657 usaha menengah (0,08%) dan hanya 4.463 usaha berskala besar (0,01%). Artinya,  99,99% usaha di Indonesia itu masuk dalam kategori usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tidak bisa dipungkiri, perkembangan kapitalisme di Indonesia meningkatkan apa yang disebut sektor informal. Statistik resmi menyebut angka pekerja sektor informal di Indonesia mencapai 70%. Kategori sektor informal adalah pedagang kaki lima, perdagangan kecil, perajin kecil, dan pertanian dalam skala kecil. Ini meliputi keseluruhan sektor perdagangan mikro (asongan, PKL, calo, dll), Industri pengolahan mikro (industri rumah tangga, kerajinan, dan lain-lain), dan pertanian mikro (petani menengah, miskin, dan gurem). Artinya, mayoritas rakyat Indonesia sekarang ini sebetulnya adalah pemilik produksi kecil. Dan, sebagian besar mereka itu, menurut saya, adalah orang-orang yang membuka usaha sekedar untuk survive atau bertahan hidup dari gempuran neoliberal. Dengan demikian, istilah marhaen Bung Karno masih relevan untuk sekarang. Ia masih ampuh sebagai alat analis klas terhadap susunan sosial masyarakat di Indonesia. Ia juga masih efektif sebagai teori politik dalam kerangka menarik partisipasi mayoritas rakyat Indonesia ini, yakni kaum melarat, dalam tugas-tugas revolusi di Indonesia.

Menyelamatkan Nasionalisme Indonesia

Hasil gambar untuk nasionalisme


Memang sangat ironis menyaksikan pejabat politik, terutama yang mengaku nasionalis, ditangkap oleh KPK karena menerima suap dan terlibat korupsi. Hati kecil saya kadang menceletuk: ngakunya nasionalis, tapi kok korupsi!

Memang, di bawah langit ciptaan Tuhan ini, siapapun bisa tersangkut korupsi. Tidak peduli apa ideologi dan agamanya. Sepanjang ia memaksakan konsumsi melebihi batas kemampuannya, maka selama itu pula godaan korupsi selalu mengintai.

Namun, bagi saya, preferensi ideologi seharusnya menihilkan peluang seseorang tergoda korupsi. Apalagi jika yang bersangkutan memeluk nasionalisme. Kok bisa?

Proyek Bersama

Nasionalisme muncul di wilayah tertentu, termasuk Indonesia, tatkala penduduk yang mendiami wilayah itu mulai meraba-raba adanya ‘tujuan bersama’ dan ‘masa depan bersama’. Di dalam sejarah kita, itu terjadi kira-kira di akhir abad ke-19.

Memang sejarah penyatuan bangsa-bangsa memang banyak dibakar oleh sebuah impian, atau lebih cocok disebut “imajinasi”. Imajinasi tentang ‘tujuan bersama’ dan ‘masa depan bersama, itu pula yang membakar semangat para pemuda, yang berasal dari berbagai pulau, suku bangsa dan agama, mengikrarkan imajinasi tentang kesatuan bangsa, kesatuan tanah air, dan kesatuan bahasa: INDONESIA.

Titik tolak mereka adalah persamaan nasib: sama-sama ditindas oleh kolonialisme. Inilah yang membentuk tali-persaudaraan mereka sebagai satu bangsa. Lalu orientasi mereka adalah sebuah masa depan, yakni sebuah bangsa yang merdeka, yang menjadi basis untuk mereka bisa hidup bersama. Belakangan, melalui Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945, cita-cita hidup bersama itu dirumuskan sebagai “masyarakat adil dan makmur”.

Di sini, jika nasionalisme dimaknai sebagai proyek bersama, maka tidak ada tempatnya bagi seorang nasionalis mendahulukan kepentingan pribadi dengan menumpas kepentingan banyak orang. Dalam sejarah Republik, kaum nasionalis justru mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan banyak orang. Kita menyaksikan tokoh-tokoh nasionalis, seperti Soekarno, Hatta, Amir Sjarifuddin, Sjahrir, Tan Malaka dan lain-lain, rela dianiaya, dipenjara, dan diasingkan demi pembebasan dan kemerdekaan semua orang sebangsanya.

Di negeri ini banyak ditemukan makam pahlawan tak dikenal, yang didalamnya terbujur mati pahlawan tak dikenal, yang rela menyetorkan nyawanya bagi kemerdekaan dan pembebasan banyak orang. Mereka ini tidak dibakar oleh altruisme, melainkan oleh imajanasi.

Sementara perilaku korupsi, seperti anda tahu, merupakan ekspresi pemuasan hasrat ketamakan pribadi dengan mengorbankan banyak orang. Coba bayangkan sendiri, berapa orang yang dikorbankan oleh pejabat yang mengkorupsi anggaran pendidikan?

Korupsi jelas bertolak-belakang dengan ide tujuan bersama dan hidup bersama. Ibarat dalam sebuah rumah, tidak etis seorang penghuni rumah hidup dengan mewah dan kekenyangan sendiri, sementara penghuni yang lain kelaparan. Jika penghuni rumah mau hidup harmonis, mereka harus menerima prinsip: sama rata sama rasa.

Nasionalisme Yang Anti Penindasan

Di Eropa, nasionalisme juga dibakar oleh imajinasi. Dan imajinasi itu terkadang menyerempet rakyat jelata. Di Perancis, gagasan kebebasan (liberté), persamaan (egalité) dan persaudaraan (fraternité) berhasil menyeret rakyat jelata, terutama kaum buruh dan tani, untuk bergabung dengan kaum berjuis dalam aliansi menggulingkan kekuasaan feodal dan melahirkan negara borjuis berbentuk Republik. Di Italia, Giuseppe Garibaldi membakar para petani miskin di Sisilia, dengan mimpi ‘Italia Bersatu’, untuk menggulingkan Dinasti Bourbon.

Sayang, setelah cita-citanya tercapai, dan kaum borjuis berada di tampuk kekuasaan baru, rakyat jelata malah tak mendapat apa-apa. Mereka tetap menjadi objek penindasan dan penghisapan. Rupanya, imajinasi yang dibayangkan tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam kasus itu, kata Bung Karno, rakyat jelata hanya jadi ‘kuda tunggangan’ kaum borjuis untuk mencapai kepentingannya.

Karena itu, Bung Karno menolak mengikuti jalannya kaum nasionalis Eropa. Bung Hatta juga berpikir serupa. Mereka kemudian meramu nasionalisme jenis yang lain. Lahirnya nasionalisme yang progressif, yakni nasionalisme kiri atau kerakyatan.

Nasionalisme kiri ini jelas berpihak kepada rakyat jelata. Nasionalisme ini juga menolak borjuisme dan keningratan (feodalisme). Bung Karno kemudian menyebut nasionalismenya sebagai sosio-nasionalisme. Sedangkan Bung Hatta menyebutnya nasionalisme yang berdasarkan kedaulatan rakyat atau kerakyatan. Kendati ada beberapa hal yang berbeda, tetapi pemikiran nasionalisme kedua pendiri bangsa ini bertemu pada satu prinsip: menolak borjuisme dan keningratan.

Pertanyaannya kemudian, apa yang membuat kedua pendiri bangsa ini merumuskan nasionalisme yang menolak borjuisme dan keningratan?

Dalam risalah Mencapai Indonesia Merdeka, 1933, Bung Karno memberi jawaban. Ia tidak ingin rakyat jelata alias kaum marhaen ditipu oleh kaum borjuis dan kaum ningrat dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Karena itu, ia menekankan “dalam perjuangan habis-habisan mendatangkan Indonesia Merdeka, kaum Marhaen harus menjaga agar jangan sampai nanti mereka yang kena getahnya, tetapi kaum borjuis atau ningrat yang memakan nangkanya.” Artinya, si rakyat jelata yang berkorban bagi kemerdekaan, tetapi si borjuis dan si feodal yang menikmati hasilnya.

Selain itu, Bung Karno juga sadar, jika Indonesia merdeka mengadopsi sistem borjuisme, ataupun feodalisme, maka imajinasi tentang “tujuan bersama” dan “masa depan bersama” tidak akan mungkin terwujud. Dengan demikian, cita-cita masyarakat adil dan makmur tidak akan terwujud.

Kapitalisme bertolak-belakang dengan gagasan tujuan bersama dan masa depan bersama. Menurut Bung Karno, kapitalisme adalah stelsel (sistem) pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Akibatnya, meerwaarde (nilai lebih) tidak jatuh di tangannya kaum buruh, melainkan ke tangan kaum majikan (borjuis). Keadaan itu menyebabkan kaum borjusi terus menumpuk keuntungan, sementara kaum buruh hidup sengsara.

Selain itu, dalam susunan masyarakat kapitalis, yang didalamnya dipelihara eksploitasi dan penghisapan, posisi negara tidak netral. Di sini, membenarkan tesis Karl Marx, negara menjadi instrumen klas borjuis untuk menindas kaum proletar. Dalam negara kapitalistik, represi, teror, dan kekerasan adalah inheren. Ini tidak cocok dengan masyarakat imajiner yang hidup bersama secara adil dan makmur.

Dengan demikian, kapitalisme tidak sesuai dengan cita-cita nasionalisme para pendiri bangsa. Ironisnya, banyak partai nasionalis sekarang adalah pendukung kapitalisme. Bahkan banyak kaum nasionalis berlomba-lomba menjadi kapitalis bangsa sendiri.

Menyelamatkan Nasionalisme Indonesia

Saya kira, menyelematkan nasionalisme Indonesia sebagai proyek bersama juga adalah pertaruhan untuk masa depan Indonesia. Nasionalisme Indonesia sebagai proyek bersama berarti pembebasan dan pemerdekaan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Tak hanya untuk masa kini, tetapi juga untuk masa depan.

Untuk itu, jika hendak mengembalikan nasionalisme Indonesia sebagai proyek bersama, kita perlu kembali semangat dan cita-cita yang pernah dipercikkan para pendiri bangsa. Di sini ada beberapa kesadaran yang perlu dibangun kembali. Satu, Indonesia sebagai proyek bersama haruslah menjadi wadah bagi seluruh bangsa Indonesia dari beragam suku, agama dan adat-istiadat. Semboyan ‘bhineka tunggal ika’ harus termaterialkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dua, Indonesia sebagai proyek bersama harus memberi tempat kepada seluruh rakyat Indonesia, yang berhimpun dalam berbagai kekuatan politik, untuk berbicara dan beraspirasi. Sebab, visi strategis tentang Indonesia masa depan hanya dapat diterima bersama jikalau disosialisasi dan diperdebatkan secara terbuka dan demokratis.

Tiga, Perlu untuk mulai dengan mendiskusikan problem pokok bangsa saat ini dan menjadikannya sebagai titik-tolak untuk membangun kesatuan baru di atas basis persamaan nasib. Problem pokok ini adalah persoalan yang paling mengorbankan mayoritas rakyat saat ini. Misalnya, hampir seluruh sektor rakyat–petani, buruh, kaum miskin kota, perempuan, pelajar/mahasiswa, masyarakat adat, dll–sangat dirugikan oleh eksploitasi neoliberal. Bisa saja, umpamanya, anti-neoliberalisme menjadi platform bersama untuk memperjuangkan Indonesia yang lebih baik.

Tetap Bersinergi Membangun Komisariat Fisip USU

 

Dengan pekik semangat GmnI dan Marhen pemilihan kepengurusan Komisariat Gmni Fisip Usu akhirnya di tutup. berletak di padang bulan, medan sumatera utara, pemilihan struktur pengurus berjalan lancar. adapun struktur kepengurusan baru GmnI komisariat fisip usu 2016/2017 adalah sebagai berikut:
Komisaris: Sarinah Chaterine Hutabarat
Wakil Komisaris Bidang Organisasi: Bung Abd Aziz
Wakil Komisaris Bidang Kaderisasi: Bung Evan Siculun (Senopen)
Wakil Komisaris Bidang Politik: Bung Frankenstein FC (Yurnawan)
Wakil Komisaris Bidang Penelitian dan Pengembangan: Bung Putra Setya Nugraha, dengan dua biro yang telah dibentuk dalam Musyangkom XXVIII, yakni:
1. Biro Kajian Sarinah dipercayakan kepada Sarinah Lestifah
2. Biro Minat dan Bakat dipercayakan kepada Bung Darwin Situmorang
Sekretaris: Sarinah Rismawati Ginting
Bendahara: Sarinah Lenni Oliiv Siahaan
        dengan strukut baru ini, harapanya kedepan kepengurusan baru ini mampu bersinergi membangun komisariat fisip usu ke arah yang lebih baik demi tercapainya tujuan bersama. selain itu perlunya keingin tahuan sangatlah penting serta jangan berhenti untuk belajar lagi demi pengetahuan yang lebih untuk komisariat kedepannya.
         Akhir kata kami dari Demisioner GmnI Fisip Usu 2015/2016 mengucapkan selamat atas terbentuknya kepengurusan baru Komisariat Fisip USU 2016/2017.
GmnI Jaya!!
Marhaen Menang!!!

Sunday, June 26, 2016

Sajak-Sajak Gita Nadia II


          
“SAYANG MARI
Oleh: Gita Nadia PutribrTarigan
Sayang…. mari menari dihening kota…..
Biarkan kepulan asap membusukkan rongga dada
Sayang…. Mari menari dihening kota
Biarkan para binatang menggerogoti lunaknya daging kita
Sayang….. mari menari di hening kota
Abaikan sumpah serapah sebungkus nasi
Sayang….. mari menari di hening kota
Lupakan para bocah pengais sampah
Sayang….. mari menari di hening kota
Nikmati alunan koplo yang memabukkan jiwa
Sayang….. mari menari di hening kota
Biarkan hati membusuk dalam sukma
Sayang…. mari menari di hening kota
Biar mentari membara membakar luka
Sayang…. mari menari di hening kota
Sayang….
Sayang…. Ku tunggu Kaud ihening kota
 KU TAK PEDULI
Oleh: Gita Nadia PutribrTarigan
Anak-anak merangkak, menjilat jalanan
Mengais kasih di pelupuk senja
Bercermin lupa, Berkasih Enggan
Mencari menari menghibur kelabang
Angin berlari menyeru kepedihan
Masih saja gemercik kaleng dimainkan
Meminta belas tanpa kasih
Mengukur cinta dalam rasa
Usah berpeluh lagi mengeluh
Sebab dunia pasti runtuh
Bebatan membanting nurani
Bising-bising menguku ramarah
Ku tetapTak Peduli
Biar mereka menentu Arah
PUISI UNTUK ANAK JALANAN
Oleh: Gita Nadia Putri br Tarigan
Bila kau ragu disetiap langkahmu, coba tengok luka nanah dihati
Tetap saja mencari dalam tangis, Biarkan angin bergambar pedih dan tak pasti
Percaya ada senja yang menenangkan jiwa, tak perlu marah atau benci
Mengukir terik, membaca amarah, menukik jalanan
Usah ragu darah berpeluh, berjalan saja tanpa mengeluh
Kau tak butuh belas kasih orang
Saat mentari mulai pasang, mainkan gitarmu dan nyayikan lagu kepedihan
Jika rasa tak mampu mengukur cinta, maka biar mimpi senja menemani
Rasakan rancurnya rongga dada, Pejamkan mata bila perih
Tak perlu marah pada raja, Karena semua juga sia
Terserah ini jalan hidup atau hidup jalan. Percepat saja langkah,
Tak perlu mengukir lautan, mengukur gunung, cepat laju, mainkan gitarmu!

Pentingnya Regenerasi Bagi Organisasi

Hasil gambar untuk regenerasi



Dalam sebuah Organisasi kita sering kali mendengar istilah Regenerasi, tapi tahukah apa itu Regenerasi? Kali ini kita akan membahas tentang Regenerasi yang dibutuhkan dalam sebuah Organisasi.
Regenerasi dalam biologi adalah menumbuhkan kembali bagian tubuh yang rusak atau lepas. Daya regenerasi paling besar ada pada echinodermata dan platyhelminthes yang dimana tiap potongan tubuh dapat tumbuh menjadi individu baru yang sempurna. Pada Anelida kemampuan itu menurun. Daya itu tinggal sedikit dan terbatas pada bagian ujung anggota pada amfibi dan reptil. Pada mamalia daya itu paling kecil, terbatas pada penyembuhan luka.
Regenerasi mempunyai beberapa makna, pertama pembaruan semangat tata susila, kedua penggantian alat rusak atau hilang dengan pembentukan jaringan sel yang baru, ketiga penggantian generasi tua kepada generasi muda/peremajaan. Regenerasi berasal dari dua kata yaitu RE yang artinya kembali dan GENERASI adalah angkatan. Jadi secara harfiah Regenerasi adalah angkatan kembali, REGENERATION dalam bahasa inggris yang artinya Kelahiran kembali , pembaharuan jiwa. Di eropa pernah terjadi masa kelahiran kembali yang disebut Renaissance. Renaissance terjadi pada abad 15 sampai 16 masehi atau sering disebut middle age.
Regenerasi menjadi suatu kewajiban organisasi. Organisasi hidup karena kepedulian mereka terhadap regenerasi. Pentingnya regenerasi dalam suatu organisasi ini yaitu pengkaderan anggota agar berkualitas. Organisasi tidak akan berjalan tanpa adanya regenerasi tapi seperti apakah generasi tersebut berjalan. Generasi penerus organisasi dan penerus bangsa tidak lain ditentukan dari kualitas generasi tersebut. Pada saat ini banyak sekali generasi muda Indonesia yang bagus dan berkualitas namun masih takut untuk terjun atau muncul dalam dunia politik. Faktor salah satunya adalah generasi muda saat ini mempunyai anggapan bahwa politik itu kotor, kejam, korupsi dan amburadul.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rendahnya kesadaran dan tingkat partisipasi pemuda pada dunia politik disumbangkan oleh kaum muda. Padahal kesadaran dan partisipasi pemuda dalam politik sangat penting dalam rangka melanjutkan pembangunan bangsa yang lebih baik.
”Anak muda adalah calon pemimpin bangsa, untuk menjadi pemimpin tidak berdasarkan umur tetapi pada kemauan, kemampuan dan kesempatan. Niat tersebut harus ditanamkan pada diri sendiri untuk tambahan semangat,” kata Hendi, sapaan Hendrar Prihadi.
Remaja – remaja Indonesia pada saat ini sebagai generasi muda yang selanjutnya yang akan meneruskan cita-cita sebuah bangsa, untuk memimpin dan mengatur sebuah Negara, haruslah memiliki kepribadian yang baik, kecerdasan yang dilandasi dengan ilmu dan wawasan yang luas, memiliki jiwa yang semangat, pikiran terbuka dan tujuan yang baik, berbobot dan bermanfaat serta berjuang untuk kemajuan bangsa dan Negara. Sayangnya generasi muda Indonesia pada saat ini telah banyak terjerumus pada dunia modernisasi dan westernisasi sehingga melupakan adat ketimuran yang kita miliki yang di kenal oleh Negara lain sebagai Negara yang menjunjung tinggi moral dan adat kesopanan tapi fakta mengatakan lain. Generasi Indonesia saat ini mengalami krisis identitas dan korban dari gaya hidup hedonisme barat. Semakin banyak life style dari luar Negara Indonesia yang masuk semakin tidak terkandali generasi muda Indonesia saat ini.
Jika di lihat dari latar belakang, generasi- generasi muda saat ini merupakan korban dari budaya permisif yang tidak terikat dengan nilai dan norma dan bisa di pastikan di antaranya adalah kurangnya pendidikan agama dari keluarga, kurangnya perhatian, kepudulian, dan kasih saying dari keluarga, lingkungan yang tidak mendukung, pola hidup yang terlalu bebas dan individualisme, teman sepergaulan yang menyukai kehidupan bebas (hedonisme), dan rapuhnya iman serta kepribadian.

SEMUT DAN KUNANG KUNANG

Hasil gambar untuk semut dan kunang kunang 
oleh : Sarinah Kristina Sagala

“Hoammmmm “ sisemut merah terbangun,oh..rupanya  dia tertidur sepanjang malam tepat didepan jendela. Malam tadi dia menunggu kunang kunang yang selalu memberinya keceriaan,tapi kunang kunang yang penuh cahaya indah tak hadir di taman halaman,ntah terbang kemana.”Akh mungkin kunang kunang sedang menghibur semut lain”pikirnya sambil melempar senyum kelangit pagi yang cerah.
“Hmm tapi semut mana yang di hiburnya ya,bukankah aku satu satunya semut merah yang menjadi temannya ? atau dia punya teman semut yang baru?.”pertanyaan berlomba muncul dari pikiran si semut.pertanyaan pertanyaan itu membuat dia enggan bergerak dari jendela.Pandangannya menembus kaca bening mencapai taman di halaman tempat kunang kunang biasa menari.Sudah semiggu ini dia tak di situ tapi baru malam tadi si semut menunggunya.
Mungkin karena suhu terlalu panas,kunang kunang tak muncul rekanya dalam hati lagi... karena meski bisa hidup di empat musim maupun di iklim tropis kunang kunang memang lebih nyaman muncul  dirawa dan hutan yang basah.karena di situ tersedia banyak makanan untuk larvanya.
Semut terus menatap ketaman,meski tak ada kunang kunang di pagi hari tapi dipelupuknya seperti melihat  keindahan cahaya kunang kunang, merah pucat kuning dan hijau berpendar pendar. Semut ingat pada malam sepekan lalu  berbatas  jendela mereka terlibat obrolan seperti dua sahabat yang mengenal cukup lama.
“semut,Aku lagi pusing”kata kunang kunang sambil menyandarkan tubuhnya di daun jendela,
“Kenapa”jawab semut singkat
“Karena tiap malam harus bekerja mengepak sayap mengeluarkan cahayaku..”
“kunang kunang cahayamu memang sangat indah,kau berutung bisa menampakkannya setiap malam”.
“Kau harusnya bangga punya kelebihan itu” lanjut semut dengan berbinar menatap sayap kunang kunang.
“tapi aku lelah dengan rutinitas mengepak sayap”
“pastinya teman, dibalik sebuah kebanggaan memang kadang tersimpan rasa jengah”jawab semut berempati
“Kebanggaan apa ? aku Cuma kunang kunang biasa yang hidup dirawa sumpek.!”
“tapi aku tetap berusaha  jadi  kunang kunang produktif”.
“Nah lho ?”semut kaget  dengan pernyataan kunang kunang.
“Bukan karena mau jadi hebat semut..tapi untuk bertahan hidup”jelasnya dengan setengah suara
“bertahan lelah seumur hidup kali” celutuk semut.hahhahhaaha keduanya serempak tertawa lalu serempak terdiam.
“Semut..”,panggil kunang kunang memecah diam. “aku boleh bertanya ya..kenapa kamu betah duduk di depan jendela berlama lama ?”
“Karena dari jendela aku bisa leluasa memandang dunia”
Kunang kunang kembali yang terdiam dengan pernyataan semut.
“Aku cuma semut kecil dari koloni  pekerja pula.tak ada daya untuk keluar menatap langsung dunia. Hmmm ..dalam koloni sosial semutpun terbagi lagi ada koloni minor,median dan major.akulah semut kelas minor.”jelas semut setengah mengeluh
“Jadi kunang kunang, aku hanya merasa aman dan nyaman jika berada di depan jendela ini..lalu ntah kenapa bisa bertemu denganmu...hahahahhaha”
“semut, Apa kau tidak takut denganku?”
“Ya aku tau kunang kunang pemakanan serangga..tapi ntah kenapa aku mempercayaimu..mungkin karena kita sebenarnya dari jenis yang sama ya..kata ilmiahnya dari kelas insecta,hahhahahahhaha”
“Toh terbukti kita bisa ngobrol nyambung”jawab semut dengan nada memprovokasi.
“Semut,Sebenarnya aku mengeluarkan cahaya di malam hari bukan untuk menghiburmu tapi menggunakan cahaya itu untuk mempertahankan diri,sinar itu sebagai tanda pada musuh bahwa aku bukan makanan yang lezat” jelas kunang kunang.
“Cahayaku  berperan pula sebagai tanda peringatan antar sesama tentang ancaman bahaya maupun peringatan bagi serangga dan burung pemangsa agar tidak memakanku”.tambahnya lagi untuk meyakinkan semut.
“Kalo begitu aku salah faham padamu..”jawab semut cemberut
“Ya kau salah paham..tapi kesalahpahaman itu juga menyenangkanku”pungkas kunang kunang tersipu.
“Tapi bolehkan kita tetap berteman dan aku tetap merasa di hibur dengan cahayamu?”.
“Tentu karena kau semut yang narsis,,!”
“Ohya...semut, sebenarnya tak apa jika sesekali kau keluar dari batas jendela ini, langsung merasakan sinar matahari dan menari di taman. Kau tak sekecil yang kau pikirkan lho.”
Kunang kunang menatap semut sesaat lalu melanjutkan perkataannya,
“Semut,aku pernah membaca tentangmu,bahwa meski tubuhmu relatif kecil,dirimu sebenarnya termasuk hewan terkuat di dunia.Semut jantan mampu menopang beban dengan berat limapuluh kali dari berat badannya,pasti semut betina tak jauh beda,sementara gajah hanya  mampu menopang beban dengan berat dua kali lipat dari badannya sendiri !”
Hahahahhaha keduanya tertawa.
“sudah hampir pagi,istirahatlah sebentar lagi burung burung akan keluar dari sarangnya..mereka akan memakanmu”.salam semut menutup percakapan
“Selamat pagi semut” lalu kunang kunang terbang entah kemana.....
Matahari yang kian tinggi mulai memanaskan Pagi, Lalu semut memberanikan diri berjalan ketaman dan menemukan selembar daun nangka dengan tulisan kecil yang terjatuh dan mengering ” aku harus pergi tapi kamu adalah model dalam pikiranku,kamu akan selalu dalam pikiranku,permanen”.Dalam genggaman semut daun itu diremuknya menjadi remah remah.
Sambil berlalu dari taman, semut lirih berucap” selamat pagi temanku”.

Catatan : Kunang kunang adalah sejenis serangga yang dapat mengeluarkan cahaya  yang jelas terlihat di malam hari,cahaya ini di hasilkan oleh “sinar dingin “yang tidak mengandung ultraviolet maupun sinar ultramerah,dengan warna merah pucat kuning atau hijau.  Dalam klasifikasi ilmiah Kunang kunang termasuk dalam kelas insecta golongan lampyridae yang merupakan familia dalam ordo kumbang coleoptera. Kunang kunang dewasa hanya hidup 2-3 minggu.
Semut adalah sejenis serangga Dalam klasifikasi ilmiah semut termasuk dalam kelas insekta anggota suku formicidae bangsa hymenoptera.memiliki 12 ribu species dan sebagian besar hidup di kawasan tropika.


ORGANISASI CIPAYUNG